Minggu, 23 September 2012

Alih Tekhnologi perlu Alih Bahasa

Pada suatu hari Mas Supratman dari Kebumen berkunjung ke Pariaman Sumatera Barat. Disana dia melihat ada orang yang memetik kelapa dengan menggunakan Beruk. Suatu hal yang biasa di Pariaman namun menjadi hal yang aneh bagi Mas Supratman yang dikampungnya Kebumen tidak pernah dijumpainya.
Tertarik dengan pengalaman itu akhirnya Mas Supratman membeli seekor Beruk yang dianggap sudah profesional memetik kelapa untuk dibawanya ke kampung halamannya di Kebumen.
Singkat cerita Mas Supratman sampai di kampungnya dan langsung menyuruh Beruk itu untuk memetik kelapa muda di halaman belakang rumahnya.
Dengan sigap Berukpun memanjat kelapa dan mulai memetik kelapa. Sebagaimana kebiasaan di kampungnya di Pariaman, Beruk itu terlatih memilih mana kelapa yang layak untuk dipetik yakni kelapa yang sudah tua. Namun majikannya menginginkan yang lain yakni kelapa muda. Begitu kelapa tua yang jatuh tidak sesuai dengan keinginannya maka Mas Supratman langsung memberikan pengarahan kepada Beruk tersebut dengan menarik-narik talinya sambil berkata : " Nang kenek.. nang kenek..." (Yang sini... yang sini)
Si Beruk pun bingung... Mungkin dalam hati dia berpikir....
"Aneh aneh je salero urang jawe ko mah... nan kenek nan di kandak kannyo..." pikir siberuk. (Aneh-aneh aja selera orang jawa ni... yang kecil yang dia mau. Kenek = kecil dalam bahasa Pariamannya)
Dengan serta merta si Berukpun menjatuhkan kelapa yang masih sangat kecil / mumbang.
Melihat kejadian itu Mas Supratman langsung memarahi siberuk.
"Ora... ora..." teriaknya.
Siberukpun dengan semangat menurunkan semua kelapa itu sampai ke putik-putiknya karena menurut bahasa yang dipelajarinya selama ini Orak itu artinya jatuhkan/hancurkan semuanya..
"Wadduh... Jjjjiamput...."

Sabtu, 21 Juli 2012

Numpang Curhat Ciek Da...

Tadinyo awak ragu waktu awak nio pai inyo minta ikuik pulo.. Ado perasaan ndak lamak karano awak takuik beko inyo minta putuih. Samakin lamo awak rasokan perubahan didiri inyo dan semakin yakin awak kalau inyo akan mengungkapkannyo.
Ternyato batua jugo apo nan awak takuikkan. Sacaro tibo-tibo di jalan, dimuko urang banyak inyo manyatokan putuih. Bisa uda bayangkan baa malunyo awak dek ulah inyo tu. Indak pulo waktu kami sadang baduo sajo... tapi malah inyo mamiliah dimuko urang banyak mampamalukan ambo.
Dasar tarompa sialan... alah jaleh gantiang masih juo minta ikuik.

Kisah Nyata : "Silakan Bapak Bubarkan Golkar Biar saya lapor sama Akbar Tandjung

Pagi itu.. tahun 2000 seorang aktifis tengah mengendarai sepeda motor butut (honda Kijang) di jalan Diponegoro Pekanbaru. Jelas sekali Honda Kijang keluaran tahun 1976 itu pasti tidak memiliki kelengkapan surat menyurat namun dengan gagah berani pengendara itu mmbawa hondanya dengan santai tanpa mengenakan helm pula.
Prittt... terdengar sempritan polisi lalu lintas yang lansung menyalip dan memerintahkan berhenti.
Polisi   : Selamat Pagi pak... Tolong perlihatkan SIM dan STNK
Aktifis  : Gak ada Pak... (katanya santai)
Polisi    : Gak punya SIM dan STNK? Berani sekali Bapak membawa kendaraan dijalan protokol tanpa SIM dan STNK. Tolong KTPnya?
Aktifis   : Tak ada juga pak..
Polisi     : Hah.. KTP pun tak ada? jadi apa yang ada?
Aktifis   : Kartu Golkar pak..
Polisi     : Hah... Kartu Golkar? Kalau Kartu Golkar sih gak perlu.
Aktifis   : Apa kata Bapak? Kartu Golkar gak perlu? Kalau memang Bapak bilang Golkar gak perlu bapak bubarkan saja Golkar itu. Biar saya laporkan Bapak pada Akbar Tandjung bahwa Bapak mau membubarkan Golkar. Bapak jangan macam-macam. Saya ditangkappun gak apa-apa asal jangan partai saya Bapak rendahkan begitu. Siapa nama Bapak? biar saya laporkan karena bapak mau membubarkan partai saya.
Akhirnya si Polantas kewalahan menghadapi cerepetan aktifis itu. apalagi dia dituduh akan membubarkan partai Golkar. Bisa berabe pikirnya. Akhirnya si Polisi berlalu sementara aktifis masih juga nyerepet gak terima partainya mau dibubarkan.

Ambo tambah saonggok lai baa nyeh...

Pada zaman sebelum tahun 1980-an Pariaman secara negatif terkenal sebagai kota dengan WC terpanjang didunia dimana disepanjang pantai laut Pariaman masih banyak orang yang buang air besar sembarangan. Adalah Anas Malik bupati Kabupaten Padang Pariaman pada waktu itu dengan gagah berani mencoba mengatur agar tidak ada lagi masyarakat yang berak di pantai. Kebijakan yang tidak populer ini mau tak mau diterima juga oleh masyarakatnya meskipun untuk itu pak Bupati harus membentuk pengamanan khusus yang kemudian lebih dikenal masyarakat sebagai hansip Cirik (hansip yang menangani masalah berak ini). Tugas hansip cirik ini adalah mengawasi dan menindak bilamana ada warga yang melanggar perda dan tetap berak di pantai. Tindakan yang diambil diantaranya adalah dengan menilang pelanggar dengan denda Rp. 5000 untuk sekali berak.
Pada suatu pagi saat hansip sedang melakukan  patroli dari kejauhan terlihat seseorang tengah jongkok diatas pasir dipinggir pantai. Dengan sigap dua orang hansip itu menangkap basah orang tersebut.
Hansip    : Manga Ajo.. Jo?
Warga     : Manga nampak dek ang? Duduak mah...
Hansip    :  Baa kok buruak bana manuang Jo?  
Warga     : Banyak nan den pikia an mah yuang..
Hansip    : Baa kok sirah mato Ajo.. Jo?
Warga     : Aden ndak lalok malam doh yuang...
Hansip    : Baa kok sirah muko Ajo.. Jo?
Warga     : Aden sadang mahajan mah yuang...
Hansip     : Wayooik... sadang tacirik Ajo rupoe yo... Lai jaleh dek ajo Perda larangan cirik?
Warga     : Kabaa lai yuang... aden sakik paruik.
Hansip     : Kalau gitu Ajo harus didenda Rp. 5000.
Warga      : Denda.. denda malah yuang...
 Si warga lalu memberikan uang Rp. 10.000 yang memang sudah disiapkannya karena tau akan resiko melanggar Perda.
Hansip     : Ndak ado pitih pas Jo? kami ndak punyo baliaknyo.
Warga     : Ndak ado doh yuang.. tukakan lah dulu...
Si hansip pergi kebeberapa kedai untuk menukarkan uang itu. Namun karena masih pagi belum ada kedai yang buka. kalaupun sudah buka tapi tidak ada uang yang bisa ditukar dengan 5000 dua. Sehingga si hansip kembali lagi ke tempat warga itu.
Hansip    : Ondeh Jo... Ndak ado baliaknyo doh. Baa tu jo?
Warga     : Ndak baitu doh Yuang... Ambo tambah saungguak lai baa nyeh... pitih ambo kan masih ado Rp. 5000 lai tu. Paruik ambo sadang mamilin bana ko hah..
Hansip   : Tasarah Ajo lah... kami pician mato se..
Si Hansip pun berlalu meninggalkan warga yang tengah sakit perut itu.